PP Reproduksi Takkan Jadi Kontroversi Jika Implemetasinya Sesuai Aturan
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah menilai PP 61 Tahun 2014 tentang Reproduksi, yang membolehkan praktik aborsi tidak akan menjadi kontroversi jika implementasi di lapangan semuanya merujuk pada peraturan dan perundang-undangan yang telah ditentukan. Hal tersebut diungkapkannya usai Sidang Paripurna Penyampaian Pidato Kenegaraan Presiden RI di Gedung DPR RI, Jumat (15/8).
“Pada dasarnya Indonesia menolak aborsi kecuali konteksnya berhubungan dengan kondisi kesehatan. Kondisi kesehatan ini menyangkut nyawa seseorang yang harus dibuktikan dengan medical record dari dokter. Selain juga karena alasan tindak perkosaan. Tindak perkosaan yang seperti apa? ya tindak perkosaan yang juga dibuktikan dengan medical record dari dokter serta dari pihak berwajib lainnya yang memang di atur dalam undang-undang,”jelas Ledia.
Ditambahkannya, jika korban perkosaan diharuskan untuk menanggung segala apa yang tidak diinginkannya itu artinya juga melanggar hak asasi manusia. Namun demikian semua itu tentu harus dibuktikan dengan medical record dari dokter, apakah hal itu murni akibat sebuah tindak perkosaan atau tidak.
Menurutnya, pada dasarnya semua peraturan perundang-undangan itu berlaku umum ada perkecualian, tapi perkecualian betul-betul dalam kondisi yang khusus, dia tidak boleh kemudian digeneralisasi juga. Olehkarenanya Ledia yakin jika pengimplementasian PP tersebut sesuai dengan undang-undang, maka hal tersebut tidak akan menimbulkan pro dan kontra.
“Pengimplementasian PP 61 Tahun 2014 itu sangat tergantung kepada tenaga kesehatan dalam hal ini dokter. Pertanyaannya apakah dokter atau tenaga kesehatan tersebut akan murni menjalankan tugasnya sesuai sumpah jabatannya, mengingat ada beberapa kasus aborsi illegal yang juga melibatkan dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Disinilah diperlukan ketegasan dalam pelaksanaan UU Tenaga Kesehatan juga. Dengan kata lain UU Tenaga kesehatan perlu diperketat pelaksanaannya,”paparnya.
Sebagaimana diketahui munculnya PP 61 Tahun 2014 merujuk pada semangat UU Kesehatan No.36 Tahun 2014 Pasal 75 ayat 1. Belakangan muncul pro dan kontra terhadap PP tersebut, bahkan pimpinan pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruquthni khawatir jika PP tersebut dapat dimanfaatkan dengan sengaja untuk menggugurkan janin dalam kandungan. Karena menurutnya dalam agama apapun membunuh anak (janin) jelas sangat dilarang. (Ayu)/foto:rizka/parle/iw.